Nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia - Tepok sana, tepok sini, semprot sana, semprot sini, serta gak tahu udah berapakah bungkus lotion anti nyamuk disapukan ke sisi badan tapi nyamuk masih tetap saja menggerumuni. Bertahun-tahun menghendaki ada " fogging " atau pengasapan manfaat membasmi nyamuk berlangsung ditempat Penulis tinggal cuma isapan jempol semata. Gak disanggah juga fakta yg berlangsung banyak nyamuk dipicu mampetnya saluran air lantaran sampah-sampah hasil limbah rumah tangga jadi jadi sarang nyamuk, walaupun udah ada tempatnya serta petugas yg teratur mengambil sampah tetap harus sampah bermunculan di selokan. Di satu segi benar bahwa dalam masalah banyak nyamuk ini deskripsi penduduk dalam buang sampah asal-asalan seperti budaya yg sukar di hilangkan, dengan seenaknya buang sampah ke selokan tanpa ada peduli resiko panjang karena kelakuannya itu. Tapi disisi lain malahan jadi pertanyaan untuk Penulis, apakah jadi tanggungjawab warga seluruhnya dan disetiap rumah ada aparatur pemerintah yg harusnya perhatian dengan lingkungan sekitarnya? Minta maaf pada awal mulanya apabila ada petugas RT, RW, Lurah, sampai Camat sangkanya tidak serupa sekali nampak perannya pada lingkungan, kesemuanya nampak repot dengan hidupnya semasing serta kurang peduli dengan lingkungan disekelilingnya.
Duganya jangan sampai menghendaki ide tahunan yg cuma jadi lembaran kebiasaan lantaran sesungguhnya dari demikian banyak ide yg di buat cuma projek yg uangnya besar saja yg terealisasi jadi objekan. Sedang fogging baru terealisasi itupun seandainya ada warga yg terserang demam berdarah, sepanjang tiada yg mengenai fogging lantas tdk pernah dijalankan. Inilah yg acap kali dilupakan oleh penduduk teristimewa warga di DKI Jakarta, konsentrasi warga DKI Jakarta seperti cuma tertuju terhadap Gubernur-nya seseorang di mana didesak buat menangani banjir, menangani kemacetan, serta semua tetek bengek persoalan Jakarta yg menjelma seperti lingkaran setan. Anehnya tiada yg samasekali dapat kemampuan amburadulnya beberapa aparatur pemerintah di bawah sang Gubernur yg sudah berulang-kali berubah tapi kwalitas aparatur pemerintahnya sendiri tiada perbaikan.
Kesan bekerja cuma seandainya Bos-nya datang (sidak) serta cerminan kalau Bos puas jadi deskripsi mirisnya kwalitas aparatur pemerintahan yg dipunyai waktu ini di mana acuh pada warganya juga tdk peduli pada lingkungan sekitarnya. Apabila Jakarta dihadapkan oleh persoalan ini selalu jadi jangan sampai menginginkan ada perbaikan kwalitas mutu kehidupan warga DKI Jakarta, jangankan mengatur lingkupnya yg besar mengatur nyamuk saja mereka tdk dapat. Sekian artikel Penulis, minta maaf bilamana ada kekurangan dipicu kekurangan punya Penulis pribadi. Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar